>>> Salju Putih

Senin, 26 Maret 2012


2012, Linda Gumelar Galakkan Kesetaraan Gender
Lastri Marselina - Okezone
Kamis, 19 Januari 2012

detail berita
Linda Agum Gumelar (Foto: Ist)
MEMASUKI Tahun Naga Air, Linda Amalia Sari mengaku punya banyak “pekerjaan rumah”. Salah satu yang menjadi perhatiannya ialah isu kesetaraan gender yang masih perlu digalakkan.
Perhatian dan kepedulian Linda terhadap permasalahan wanita dan anak, bukan semata karena menjabat sebagai Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak. Tapi sebagai wanita, ia merasa perlu mencurahkan hati dan pikirannya sambil dibantu semua pihak yang terkait di dalamnya.

Wanita 60 tahun ini bahkan menyebutkan pekerjaan-pekerjaan itu sebagai resolusi 2012.

“Resolusi 2012 banyak sekali yang kita harapkan (dapat terjadi),” kata Linda ditemui di kantor Kementerian Negara Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta, baru-baru ini.

Lebih lanjut, Linda menjelaskan secara detail “pekerjaan rumah” yang perlu diselesaikan tahun ini.

“Pertama, UU kesetaraan gender. Kedua, sistem peradilan pidana anak. Ketiga, bisa disahkannya kebijakan-kebijakan industri rumahan agar wanita yang bekerja bisa sesuai arahan. Keempat, bagaimana penegakan hukum secara adil bagi perempuan dan anak,” jelas wanita ramah ini.

Dengan begitu, kehidupan wanita dan anak-anak diharapkan dapat lebih sejahtera pada tahun-tahun berikutnya. “Di tahun ini, kami punya perhatian terhadap hukum yang berkeadilan,” tutupnya.


Masalah Gender Mulai dari Toilet
Sabrina | Glo | Kamis, 29 Juli 2010 | 14:58 WIB
http://stat.k.kidsklik.com/data/2k10/kompascom2011/images/icon_dibaca.gif
Dibaca: 1146
JAKARTA, KOMPAS.com - Isu kesetaraan gender akhir-akhir ini menjadi isu yang tak ada habisnya dan masih berusaha terus diperjuangkan baik di tingkat eksekutif maupun legislatif.
Melihat hal ini, Sosiolog Universitas Indonesia Imam Prasodjo, mengeluarkan pernyataan menggelitik dalam diskusi bersama Lemhanas dan Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak tentang ketimpangan gender, Kamis (29/7/2010), di kantor Lemhanas, Jakarta.
Ia melihat permasalahan gender dari kacamata yang lebih sederhana seperti pada masalah pembangunan toilet. "Debat sensitif gender ini sampai lho ke masalah toilet. Di Amerika Serikat yang menjunjung kesetaraan gender, buruh perempuan pakai pampers karena tidak diberi waktu cukup buang air kecil," ungkap Imam.
Menurutnya, itu merupakan suatu bentuk kebijakan yang masih berperspektif patriarki yang menyamaratakan waktu untuk buang air kecil perempuan dan laki-laki.
Imam juga mengutarakan hal yang sama juga terjadi di Indonesia. "Di sini arsitek-arsitek tidak memikirkan fungsi toilet laki-laki dan perempuan, disamaratakan begitu saja. Kalau dilihat tempat laki-laki bisa menampung lebih banyak sementara toilet wanita sering kali terjadi antrean," ungkap Imam dihadapan peserta diskusi.
Ia berpendapat jikalau hal ini disoroti kementerian, masalah ketidaksetaraan gender dalam permasalahan toilet ini bisa saja menjadi besar. "Wah kalau dibahas di kementerian bisa ramai ini. Arsitek, mal, city planner, kena tuh semua," ujar Imam.
Imam juga tidak bermaksud mengarahkan permasalahan perempuan hanya pada toilet saja, "Saya hanya ingin mengajak untuk melihat dari hal kecil yang sering kali orang lupa."
Menurutnya, dari hal kecil tersebut terlihat permasalahan kesetaraan gender yang paling subtantif yang juga terjadi di tingkat eksekutif, legislatif, dan yudikatif yakni masalah perspektif. "Semuanya sama yang paling substantif adalah bagaimana meningkatkan pemahaman tentang kebijakan berspektif gender. Ini masih sangat minim di Indonesia," ujar sosiolog UI ini.
Peningkatan kesadaran itu juga harus dibarengi dengan adanya keterwakilan perempuan di lembaga-lembaha negara. Harapannya, dengan keberadaan perempuan tersebut maka akan menghasilkan keputusan yang sensitif gender. "Walau ditetapkan harus ada kuota perempuan tapi kalau perempuannya tidak sensitif yang terjadi hanya rebutan kekuasaan," ujar Imam.
Dalam pemaparannya, Imam mengungkapkan meski sudah ada kemajuan dalam bidang kebijakan kesetaraan gender di Indonesia seperti kuota perempuan dalam UU Pemilu, namun perkembangannya masih dianggap lambat. Perempuan masih saja mengalami ketimpangan akses di bidang pendidikan, sosial, politik, dan ekonomi. Tingkat buta huruf tertinggi di Indonesia juga masih didominasi kaum perempuan.


Margaret Thatcher Kalahkan Nelson Mandela
Magfirah Ahdarini Sipahutar - Okezone
Minggu, 28 September 2008 16:03 wib
 0  0Email0 
detail berita
Foto: Corbis
LONDON - Pemimpin dari kalangan lelaki tak melulu bisa lebih dihormati ketimbang perempuan. Jajak pendapat terbaru yang diadakan sebuah situs feminis Women In Technology memunculkan nama Margaret Thatcher sebagai 'Kartini' para wanita dunia, mengalahkan telak Nelson Mandela.

Pemungutan suara yang dilakukan secara
 onlinetersebut mendudukkan si Perempuan Besi itu di posisi terhormat sebagai pribadi yang menjadi panutan banyak orang, seperti Nelson Mandela dan Winston Churcill.

Seperti dilansir dikutip dari
 Vnunet, Minggu (28/9/2008), alasan utama banyaknya responden memilih karena perdana menteri perempuan pertama di Inggris tersebut dipandang sebagai pemimpin yang kuat. Dia juga dianggap berhasil sebagai pemimpin dan mampu membuat keputusan-keputusan sulit walaupun seringkali bukan keputusan yang populer.

"Beliau adalah seseorang yang percaya diri. Melalui banyak hal yang ia contohkan membuat para perempuan ikut merasakan hal yang sama sehingga ia menghormati perempuan lain untuk menjadi pemimpin sepertinya. Sebelum kehadirannya, kaum perempuan berjuang keras untuk mendapatkan hak yang sama sementara orang-orang melupakan soal ini. Di negara-negara yang tidak mempunyai pemimpin panutan sepertinya, masih harus bertarung di dalam pertempuran ideologis," papar salah satu responden.

Nilai-nilai yang menjadikan seorang pemimpin berkualitas menurut hasil polling tersebut adalah kejujuran, motivasi, kehadirannya yang mudah ditemui, dan kemampuan untuk menjadi contoh yang baik. Sedangkan sifat-sifat yang menjadikan pemimpin buruk di mata responden adalah arogansi, tidak berempati, dan tidak bisa masuk ke semua lapisan masyarakat.

"Penelitian ini menunjukkan bahwa kaum perempuan mengapresiasi kehadiran tokoh panutan perempuan yang kuat menginspirasikan banyak orang," jelas direktur situs Women In Technology Maggie Berry.

"Senang rasanya bisa melihat banyak wanita yang menyadari bahwa mereka bisa menjadi pemimpin inspirasional tanpa harus menjabat posisi manajer terlebih dahulu," tambahnya.

"Mengembangkan banyak pemimpin perempuan merupakan langkah yang menandai kekuatan perempuan dalam bidang teknologi. Semoga Women In Technology bisa membantu rencana besar ini," harap Berry sekaligus menutup penjelasan.

Sebagai informasi, Women In Technology adalah sebuah portal informasi dan jaringan bagi para wanita yang bekerja di bidang teknologi.
 (jri)













Sheryl Sandberg, Wanita 'Perkasa' di Balik Kejayaan Facebook
Fino Yurio Kristo - detikinet
Rabu, 25/01/2012

http://images.detik.com/content/2012/01/25/398/sandbergdlm.jpg
Sheryl Sandberg (vogue)
Jakarta - Facebook identik dengan pendirinya, Mark Zuckerberg. Namun kejayaan Facebook saat ini tak bisa dilepaskan dari peran Sheryl Sandberg, salah satu wanita palingpowerful di dunia IT dan memegang jabatan Chief Operating Officer Facebook.
Sejak gabung di Facebook tahun 2008, Sheryl menjadi sosok penting di situs jejaring terpopuler dunia itu. Lulusan Harvard Business School ini akan menjadi sosok kunci ketika tahun ini Facebook mulai menawarkan sahamnya.
Tahun lalu, Sheryl dinobatkan majalah Forbes sebagai wanita paling berkuasa nomor lima di dunia. Meski begitu sibuk dengan urusan bisnis di Facebook, Sheryl masih punya waktu membesarkan dua anaknya dengan suaminya.
 
Dia pun jadi
 role model wanita yang karirnya hebat namun tetap mengurus keluarga. Sandberg juga dikenal sebagai pembela hak-hak wanita.
"Dunia di mana pria mengurusi separuh rumah tangga dan wanita mengurusi separuh institusi akan menjadi dunia yang jauh lebih baik," kata Sheryl suatu ketika, dikutip
 detikINET dari Sydney Morning Herlad, Rabu (25/1/2012).
Deborah Gruenfeld, profesor di Stanford University menilai Sheryl adalah simbol untuk gelombang baru feminisme. Di mana wanita bisa memiliki kekuasaan hanya dengan menjadi seorang wanita saja. Seorang wanita bisa feminin namun tetap berkuasa penuh.
"Dia sangat membumi. Dia punya status tinggi dan di waktu yang sama, dia sangat hangat, mudah didekati dan manusiawi," kata Deborah mengungkapkan kesannya ketika bertemu dengan Sheryl.
 
Dalam berbagai aktivitas, nama Sheryl Sandberg kini semakin dikenal, bahkan mungkin mulai menyaingi popularitas Zuckerberg. Baru-baru ini, dia mewakili Facebook dalam pertemuan dengan wakil presiden AS, Joe Biden.
Facebook membajak Sheryl dari Google, di mana dia menjabat Vice President of Online Sales. Dan terbukti, peran Sheryl dinilai signifikan dalam bisnis Facebook.
 
"Sheryl Sandberg adalah otak bisnis di balik Facebook," demikian pendapat Sam Hamadeh, Chief
Executive Officer of PrivCo, perusahaan penasehat investasi.


March 7, 2011 | Tulis komentar
Sumini, Perempuan Albino Buruh Kuli
http://www.balebengong.net/wp-content/uploads/2010/06/pedagang-pasar-1024x768.jpg
Teks Ni Putu Diah Eta Tritintya, Foto Ilustrasi Luh De Suriyani
”Kadang orang melihat saya aneh. Kadang mereka juga menghina saya karena saya berbeda. Tapi, saya tak peduli. Toh saya di sini kerjanya halal, bukan mencuri!” ungkapnya.
Dewasa ini wanita tak hanya dikenal sebagai ibu rumah tangga yang mengurus anak di rumah. Seiring berkembangnya zaman dan kerapnya emansipasi didengungkan, rumah tak lagi menjadi satu satunya tempat bernaung bagi seorang wanita.
Salah satunya Sumini. Keberbedaannya semenjak lahir tak mengurangi niatnya berjuang dan mencari nafkah bagi keluarganya. Sumini salah satu albino, kelainan struktur gen dari gen resesif bawaan orang tua. Meskipun penampilannya berbeda dari masyarakat kebanyakan, ia tak pernah merasa malu atau pun merasa tersisih.
”Kadang orang melihat saya aneh. Kadang mereka juga menghina saya karena saya berbeda. Tapi, saya tak peduli. Toh, saya di sini kerjanya halal bukan mencuri!” ungkap wanita paruh baya ini.
Sumini bekerja sebagai kuli angkut. Ia mengaku tak pernah mengeluh atau pun malu dengan profesinya. Wanita yang tinggal di Padangsambian, Denpasar Barat ini hanya berbekal 1 keranjang besar dengan handuk dan tali temali. Dia selalu siap mengangkut apa pun.
Walaupun pekerjaannya cukup kasar untuk seorang wanita, ia tak pernah ingin berhenti atau mencari pekerjaan lain. ”Saya lebih tenang dengan pekerjaan ini. Biar pun berat, saya cukup nyaman mengerjakannya. Kalau saya dagang (asongan), capek kejar kejaran terus sama tramtib,” ujarnya lirih.
Upah Sumini berkisar antara Rp 5.000 hingga Rp 10.000. Per bulan dia hanya mendapat Rp 30.000. Rasanya tak sebanding dengan berat beban yang harus ia angkut. Berat yang dia angkut berkisar antara 50 kg sampai 60 kg untuk sekali angkut.
Dengan perawakannya yang tak terlalu tinggi dan kulit putih khas albino ia tersenyum senang ketika sebuah truk berisi sayur-sayuran menghampirinya. Dengan sigap ia membawa keranjang besarnya dan naik ke atas truk. Dia mulai memindahkan sayur sayuran itu ke keranjangnya.
Meski panas menyengat, siang itu ia tak terlihat lelah apalagi mengeluh. Ia tersenyum sambil mengangkat keranjang penuh sayuran itu di atas kepalanya.
Dengan jarak kira-kira 10 meter dari truk sayur, ia harus berjalan membawa keranjang penuh di atas kepalanya. Pekerjaan itu tak dilakukannya hanya sekali, tapi berkali-kali sampai isi dalam truk habis.
Kisah Sumini merupakan salah satu contoh peran penting wanita dalam roda perekonomian di Bali. Untuk memenuhi kebutuhan keluarganya, Sumini rela mengerjakan “pekerjaan kasar” yang seharusnya dikerjakan laki-laki. Meskipun dengan keberbedaan yang dimilikinya Sumini tak pernah mengeluh










Tidak ada komentar:

Posting Komentar